🎎 Perbedaan Salafi Dan Ahlussunnah Wal Jamaah

SaatMasyarakat Iran Hidup Damai Berdampingan dalam Perbedaan Agama dan Mazhab Sebagian besar penduduk Iran adalah muslim. sebanyak 8 hingga 10 persen masyarakat negara itu bermazhab ahlussunnah wal jamaah, terdiri dari sekte Hanafi, Hanbali, Syafi'I, dan Maliki. para penganut mazhab ahlussunnah wal jamaah juga dapat ditemui di wilayah
Pertanyaan السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته Ana mau tanya, apa perbedaan dan persamaan WAHABI dan AHLU SUNNAH WAL JAMAAH? Ana mengikuti kajian ini dicap sebagai aliran wahabi yang sekarang katanya berganti nama jadi ahlu sunnah wajamaah. Ana belum faham karena ana juga masih dalam taraf belajar. Syukron. Dari Yanti Di Bogor Anggota Grup BIAS T05 G-32. Jawaban وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته Julukan Wahabi di zaman ini, di hari ini, akhir-akhir ini sering kali dilontarkan kepada ahlus sunnah wal jama’ah agar kaum muslimin lari menjauh dari dakwah ahlis sunnah. Julukan Wahabi ini aslinya dahulu adalah julukan untuk para pengaikut Abdul Wahab bin Abdurrahman bin Rustum yang terkenal bengis dan kejam. Namun karena ketidak sukaan beberapa orang pada gerakan pemurnian Islam, ia lantas disematkan kepada para pengikut Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab yang menebarkan dakwah ahlis sunnah wal jama’ah/dakwah Islam yang murni. Ahlus sunnah wal jama’ah yang diantara tokohnya adalah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, maknanya orang-orang yang senantiasa berpegang teguh terhadap sunnah dan ajaran Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam. Ketika mereka mengetahui ada larangan atau perintah dari Nabi shalallahu alaihi wa sallam mereka langsung tunduk dan patuh. Jadi Wahabi yang sesungguhnya adalah para pengikut ajaran Abdul Wahhab bin Rustum. Sedangkan ahlus sunnah wal jama’ah adalah para pengikut sunnah Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam yang di zaman ini diantara tokohnya adalah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab. Wallahu a’lam Konsultasi Bimbingan Islam Ustadz Abul Aswad Al Bayati Read Next November 7, 2022 Mengenal Para Salaf September 15, 2022 Bolehkah Memilih Pemimpin Asal-Asalan? September 13, 2022 Pemimpin Zalim Harus Dibuka Aibnya. Benarkah Pernyataan Itu? September 7, 2022 Tidak Tahu Melakukan Perbuatan Pembatal Keislaman, Auto Kafir? June 29, 2022 Pemimpin Berbohong, Zalim Dan Tidak Adil, Wajib Taat? June 13, 2022 Sikap Muslim Terhadap Pemerintah/Pemimpin May 23, 2022 Ini Dia Cara Mengetahui Manhaj Seseorang! May 16, 2022 Siapa Yang Berhak Menghukumi Ahlul Bid’ah? March 18, 2022 Mengaku Bermanhaj Salaf, Tapi Akhlaknya Kok March 4, 2022 Menyikapi Pemimpin yang Suka Ngibul
InilahMata Rantai Aqidah Salaf dan Ahlussunnah wal Jamaah. Imam Al-Ghazali memberikan panduan bagi orang awam agar tetap berpegang pada mazhab salaf dalam beriman. Menurutnya, mazhab salaf adalah mazhab yang benar dalam memahami ayat-ayat Al-Qur'an dan hadits-hadits yang berkaitan dengan keimanan. اعلم أن الحق الصريح الذي
Ini Dia Perbedaan Wahabi Dan Ahlussunnah Wal Jamaah An NahdliyyahSebagai kaum Ahlussunnah Wal Jama’ah, kita perlu mengetahui tentang identitas Salafi Wahabi, mengetahui Perbedaan Wahabi Dan Ahlussunnah Wal Jamaah An Nahdliyyah, sehingga tidak terjebak propagandanya atau masuk dalam perangkapnya. Baca artikel Ini Dia Perbedaan Wahabi Dan Ahlussunnah Wal Jamaah An Nahdliyyah ini sampai akhirTulisan ini bertujuan agar kaum Aswaja paham tentang akidah Wahabi sehingga tidak terkontaminasi oleh akidahnya. Perbedaan yang sangat samar, sehingga banyak kaum awam dari golongan Aswaja terbawa oleh propaganda Wahabi. Tanpa sadar menjadi Wahabi karena terdoktrin oleh ajarannya baik melalui YouTube, Facebook dan sosial media Sebenarnya Wahabi?Wahabi merupakan sebutan bagi pengikut ajaran Muhammad bin Abdul Wahab M, seorang tokoh yang diklaim oleh pengikutnya sebagai pemurni tauhid, lahir di kampung Uyainah, Najd, 70 km arah barat laut kota Riyadh, Arab Saudi sekarang. Tapi akhir-akhir ini bermuculan bantahan dari sebagian orang bahwa penisbatan Wahhabiyah Wahabi kepada Muhammad bin Abdul Wahab itu tidak disampaikan A. Ma’ruf Asrori dalam bedah buku “Rekam Jejak Radikalisme Salafi Wahabi; Sejarah, Doktrin, dan Akidah” di Masjid Agung Kota Sidoarjo yang deselenggarakan LPPQ Al-Karim Jawa Timur dalam Pengajian Ramadhan bersama LDNU, LTMNU dan LTNNU PCNU Sidoarjo, Ahad 13/7.Bantahan mereka beralasan bahwa tokoh yang disebut itu bernama Muhammad bin Abdul Wahab, mestinya menjadi ”Muhammadiyah” bukan Wahabi, karena namanya Muhammad, sedang nama Wahab adalah nama ayahnya, Abdul Wahab.“Kata mereka, Wahabi itu dinisbatkan kepada Abdul Wahhab bin bin Rustum yang memang khawarij. Inilah tipu daya untuk menghindari sorotan buruk dari kaum Muslimin yang telah menyaksikan sejarah kelam Wahabi di masa lampau maupun sekarang ini,” ungkap Ma’ruf Asrori dari Penerbit Khalista Surabaya sambil mengutip isi Ma’ruf, di dalam buku yang sedang dibedah ini telah membeberkan bawa banyak ulama Wahabi sendiri mengakui penisbatan Wahhabiyah Wahabi bagi pengikut Muhammad bin Abdul Wahab, bahkan membangga-banggakannya. Istilah Wahhabiyah memang disematkan oleh kaum Muslimin yang menentang dakwah Muhammad bin Abdul atau julukan ini diambil dari nama ayahnya Abdul Wahab, dan nisbat seperti ini sudah masyhur di kalangan Arab. Seperti pengikut Imam Muhammad bin Idris asy-Syafi’i disebut Syafi’iyah, laqab yang dinisbatkan dari nama kakeknya, Idris asy-Syafi’i. Pengikut Imam Ahmad bin Muhammad bin Hanbal disebut Hanabilah, nisbat kepada nama kakeknya Hanbal dan semisalnya. Maka nisbat Wahhabiyah bukan suatu penyematan atau pengistilahan asing apalagi salah, namun sudah masyhur bagi kalangan orang buku Ust. Achmad Imron R. lebih detil lagi memaparkan bukti-bukti secara panjang lebar sejarah kemunculan sekte Wahabi sebagai tanduk setan dari timur beserta ajaran-ajarannya berdasarkan hadits-hadits sahih dan rujukan buku yang ditulis oleh kaum Wahabi sendiri serta kitab-kitab bantahan atasnya dari ulama ahlussunnah wal Jama’ menjelaskan hadits shahih tentang fitnah tanduk setan yang akan muncul dari timur, Achnad Imron menguraikan berbagai bukti ilmiah, bahwa Wahabi itulah perwujudannya. Selain itu, ia juga menyertakan komentar ulama mu’tabar dari berbagai ahli disiplin ilmu; ahli tafsir, hadits, fikih, nahwu, dan buldan, serta kesaksian yang ada dalam kitab-kitab pun menguraikan konsep tauhid Wahabi yang menjadi dasar konflik dengan mayoritas kaum muslimin serta bantahannya. Sebagaimana diketahui, pembagian tauhid versi Wahabi yang diada-adakan menjadi sebab merenggangnya keharmonisan umat Islam, serta memunculkan pemahaman takfir, tasyrik, tabdi’ dan tadhlil kepada mayoritas umat Islam, bahkan kepada ulama besar Ahlussunnah wal Jama’ahPersamaan Aswaja dan Wahabi1. Menjadikan Al-Qur’an dan Hadits sebagai referensi utama. 2. Mencintai sahabat Rasulullah sehingga hadits-haditsnya bersumber dari sahabat Rasulullah. 3. Merujuk pada hadits kutubussittah yakni enam kitab hadits karya ulama hadits ternama yakni karya Imam Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, Tirmidzi, Abu Dawud dan Ibnu Majah. Perbedaan Aswaja dan Wahabi1. Selain Al-Qur’an dan Hadits, referensi tambahan dari Aswaja adalah Ijma’ dan Qiyas sedangkan Wahabi hanya berkutat pada Al-Qur’an dan Hadits Sunnah. 2. Aswaja sangat mencintai Ahlul Bait atau keturunan nabi seperti habaib, Syarif dan Sayyid sedangkan Wahabi sangat Dalam memahami Al-Qur’an dan Hadits, Aswaja sangat moderat, toleran dan kontekstual-inklusif sedangkan Wahabi bersifat tekstual-eksklusif. Menolak kebenaran diluar kelompoknya. Menurut Wahabi, tidak ada kebenaran diluar kelompoknya. 4. Ajaran Aswaja bersifat lengkap dan komprehensif mulai dari akidah tauhid, syariah fikih hingga akhlak tasawuf sedangkan ajaran Wahabi hanya berkutat pada akidah dan bid’ Aswaja mengakomodasi tasawuf sebagai bagian dari konsep Ihsan atau akhlak sedangkan Wahabi sangat anti dengan Aswaja adalah kelompok mayoritas umat Islam sedangkan Wahabi adalah kelompok minoritas sehingga menyempal dari golongan mayoritas umat Konsep tauhid Aswaja mengambil referensi dari Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansur Al-Maturidi sedangkan Wahabi mengadopsi tauhid ala Ibnu Taimiyah yakni trinitas tauhid. 8. Aswaja membagi bid’ah menjadi bid’ah hasanah mahmudah dan bid’ah sayyi’ah dhalalah/munkarah sedangkan Wahabi menganggap seluruh bid’ah adalah sesat. 9. Tentang konsep Allah, Aswaja melakukan ta’wil untuk menyucikan zat-Nya sehingga Allah itu ada tanpa arah dan tanpa tempat sedangkan menurut Wahabi, Allah itu berfisik sehingga Wahabi masuk dalam kelompok mujassimah atau menjisimkan Allah. 10. Aswaja mengakomodasi empat madzhab dalam menentukan hukum sehingga multi referensi sedangkan Wahabi anti madzhab. Walaupun terkadang Wahabi mengambil referensi dari imam madzhab, namun itu hanya sekedar bumbu karena referensi utama hanya berkutat pada beberapa tokoh yakni Muhammad Bin Abdul Wahab MBAW, pendiri Wahabi, Bin Baz, Albani, Ibnu Taimiyah dan Shalih Fauzan. 11. Dakwah Aswaja selalu terbuka dan terang-terangan dengan prinsip moderatisme sedangkan dakwah Wahabi bersifat taqiyah kamuflase. Wahabi mengaku sebagai salafi pengikut generasi salaf untuk menutupi kejahatannya dimasa lalu yang sudah dikenal oleh ulama terdahulu sebagai Wahabi. Jadi Wahabi adalah salafi palsu. PenutupDemikianlah beberapa Perbedaan Wahabi Dan Ahlussunnah Wal Jamaah An Nahdliyyah. Mudah-mudahan kita bisa berpegang teguh pada ajaran Aswaja an nahdliyyah yang telah diajarkan oleh ulama salaf terdahulu dan bisa diselamatkan oleh Allah dari fitnah Wahabi. Check AlsoMengenal Aswaja Sebagai Manhaj – Pada tulisan ini, Ngadmin akan menyampaikan tulisan yang berjudul Mengenal Aswaja Sebagai Manhaj …
Sedangkanmakna salaf sudah dijelaskan tadi. Jadi salafiyun adalah mereka yang meniti jalan beragamanya salaf yaitu dengan selalu mengikuti Al Qur'an dan As Sunnah, juga mereka mendakwahkan Al Qur'an dan As Sunnah dan mereka pun mengamalkan keduanya. Oleh karena itu, salafiyun adalah Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Hanya Allah-lah yang memberi
PENGERTIAN AQIDAH AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AHOleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir JawasC. Definisi Salaf السَّلَفُ Menurut bahasa etimologi, Salaf اَلسَّلَفُ artinya yang terdahulu nenek moyang, yang lebih tua dan lebih utama[1]. Salaf berarti para pendahulu. Jika dikatakan سَلَفُ الرَّجُلِ salaf seseorang, maksudnya kedua orang tua yang telah mendahuluinya.[2]Menurut istilah terminologi, kata Salaf berarti generasi pertama dan terbaik dari ummat Islam ini, yang terdiri dari para Sahabat, Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in dan para Imam pembawa petunjuk pada tiga kurun generasi/masa pertama yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِيْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ.“Sebaik-baik manusia adalah pada masaku ini yaitu masa para Sahabat, kemudian yang sesudahnya masa Tabi’in, kemudian yang sesudahnya masa Tabi’ut Tabi’in.”[3]Menurut al-Qalsyani “Salafush Shalih adalah generasi pertama dari ummat ini yang pemahaman ilmunya sangat dalam, yang mengikuti petunjuk Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan menjaga Sunnahnya. Allah memilih mereka untuk menemani Nabi-Nya Shallallahu alaihi wa sallamdan menegak-kan agama-Nya…”[4]Syaikh Mahmud Ahmad Khafaji berkata di dalam kitabnya, al-Aqiidatul Islamiyyah bainas Salafiyyah wal Mu’tazilah “Penetapan istilah Salaf tidak cukup dengan hanya dibatasi waktu saja, bahkan harus sesuai dengan Al-Qur-an dan As-Sunnah menurut pemahaman Salafush Shalih tentang aqidah, manhaj, akhlaq dan suluk-pent.. Barangsiapa yang pendapatnya sesuai dengan Al-Qur-an dan As-Sunnah mengenai aqidah, hukum dan suluknya menurut pemahaman Salaf, maka ia disebut Salafi meskipun tempatnya jauh dan berbeda masanya. Sebaliknya, barangsiapa pendapatnya menyalahi Al-Qur-an dan As-Sunnah, maka ia bukan seorang Salafi meskipun ia hidup pada zaman Sahabat, Ta-bi’in dan Tabi’ut Tabi’in.[5]Penisbatan kata Salaf atau as-Salafiyyuun bukanlah termasuk perkara bid’ah, akan tetapi penisbatan ini adalah penisbatan yang syar’i karena menisbatkan diri kepada generasi pertama dari ummat ini, yaitu para Sahabat, Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’ Sunnah wal Jama’ah dikatakan juga as-Salafiyyuun karena mereka mengikuti manhaj Salafush Shalih dari Sahabat dan Tabi’ut Tabi’in. Kemudian setiap orang yang mengikuti jejak mereka serta berjalan berdasarkan manhaj mereka -di sepanjang masa-, mereka ini disebut Salafi, karena dinisbatkan kepada Salaf. Salaf bukan kelompok atau golongan seperti yang difahami oleh sebagian orang, tetapi merupakan manhaj sistem hidup dalam ber-aqidah, beribadah, berhukum, berakhlak dan yang lainnya yang wajib diikuti oleh setiap Muslim. Jadi, pengertian Salaf dinisbatkan kepada orang yang menjaga keselamatan aqidah dan manhaj menurut apa yang dilaksanakan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan para Sahabat Radhiyallahu anhum sebelum terjadinya perselisihan dan perpecahan.[6]Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah wafat th. 728 H[7] berkata “Bukanlah merupakan aib bagi orang yang menampakkan manhaj Salaf dan menisbatkan dirinya kepada Salaf, bahkan wajib menerima yang demikian itu karena manhaj Salaf tidak lain kecuali kebenaran.” [8]D. Definisi Ahlus Sunnah wal Jama’ah Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah Mereka yang menempuh seperti apa yang pernah ditempuh oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan para Sahabatnya Radhiyallahu anhum. Disebut Ahlus Sunnah, karena kuatnya mereka berpegang dan berittiba’ mengikuti Sunnah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan para Sahabatnya Radhiyallahu menurut bahasa etimologi adalah jalan/cara, apakah jalan itu baik atau buruk.[9]Sedangkan menurut ulama aqidah terminologi, As-Sunnah adalah petunjuk yang telah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan para Sahabatnya, baik tentang ilmu, i’tiqad keyakinan, perkataan maupun perbuatan. Dan ini adalah As-Sunnah yang wajib diikuti, orang yang mengikutinya akan dipuji dan orang yang menyalahinya akan dicela.[10]Pengertian As-Sunnah menurut Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullah wafat 795 H “As-Sunnah ialah jalan yang ditempuh, mencakup di dalamnya berpegang teguh kepada apa yang dilaksanakan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan para khalifahnya yang terpimpin dan lurus berupa i’tiqad keyakinan, perkataan dan perbuatan. Itulah As-Sunnah yang sempurna. Oleh karena itu generasi Salaf terdahulu tidak menamakan As-Sunnah kecuali kepada apa saja yang mencakup ketiga aspek tersebut. Hal ini diriwayatkan dari Imam Hasan al-Bashri wafat th. 110 H, Imam al-Auza’i wafat th. 157 H dan Imam Fudhail bin Iyadh wafat th. 187 H.”[11]Disebut al-Jama’ah, karena mereka bersatu di atas kebenaran, tidak mau berpecah-belah dalam urusan agama, berkumpul di bawah kepemimpinan para Imam yang berpegang kepada al-haqq kebenaran, tidak mau keluar dari jama’ah mereka dan mengikuti apa yang telah menjadi kesepakatan Salaful Ummah.[12]Jama’ah menurut ulama aqidah terminologi adalah generasi pertama dari ummat ini, yaitu kalangan Sahabat, Tabi’ut Tabi’in serta orang-orang yang mengikuti dalam kebaikan hingga hari Kiamat, karena berkumpul di atas kebenaran.[13]Imam Abu Syammah asy-Syafi’i rahimahullah wafat th. 665 H berkata “Perintah untuk berpegang kepada jama’ah, maksudnya adalah berpegang kepada kebenaran dan mengikutinya. Meskipun yang melaksanakan Sunnah itu sedikit dan yang menyalahinya banyak. Karena kebenaran itu apa yang dilaksanakan oleh jama’ah yang pertama, yaitu yang dilaksanakan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan para Sahabatnya tanpa melihat kepada orang-orang yang menyimpang melakukan kebathilan sesudah mereka.”Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu[14]اَلْجَمَاعَةُ مَا وَافَقَ الْحَقَّ وَإِنْ كُنْتَ وَحْدَكَ.“Al-Jama’ah adalah yang mengikuti kebenaran walaupun engkau sendirian.”[15]Jadi, Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah orang yang mempunyai sifat dan karakter mengikuti Sunnah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan menjauhi perkara-perkara yang baru dan bid’ah dalam mereka adalah orang-orang yang ittiba’ mengikuti kepada Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan mengikuti Atsar jejak Salaful Ummah, maka mereka juga disebut Ahlul Hadits, Ahlul Atsar dan Ahlul Ittiba’. Di samping itu, mereka juga dikatakan sebagai ath-Thaa-ifatul Manshuurah golongan yang mendapatkan per-tolongan Allah, al-Firqatun Naajiyah golongan yang selamat, Ghurabaa’ orang asing.Tentang ath-Thaa-ifatul Manshuurah, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam ber-sabdaلاَتَزَالُ مِنْ أُمَّتِيْ أُمَّةٌ قَائِمَةٌ بِأَمْرِ اللهِ لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ وَلاَ مَنْ خَالَفَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَهُمْ أَمْرُ اللهِ وَهُمْ عَلَى ذَلِكَ.“Senantiasa ada segolongan dari ummatku yang selalu menegakkan perintah Allah, tidak akan mencelakai mereka orang yang tidak menolong mereka dan orang yang menyelisihi mereka sampai datang perintah Allah dan mereka tetap di atas yang demikian itu.”[16]Tentang al-Ghurabaa’, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabdaبَدَأَ اْلإِسْلاَمُ غَرِيْباً، وَسَيَعُوْدُ كَمَا بَدَأَ غَرِيْباً، فَطُوْبَى لِلْغُرَبَاءِ.“Islam awalnya asing, dan kelak akan kembali asing sebagaimana awalnya, maka beruntunglah bagi al-Ghurabaa’ orang-orang asing.”[17]Sedangkan makna al-Ghurabaa’ adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Amr bin al-Ash Radhiyallahu anhu ketika suatu hari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menerangkan tentang makna dari al-Ghurabaa’, beliau Shallallahu alaihi wa sallam bersabdaأُنَاسٌ صَالِحُوْنَ فِيْ أُنَاسِ سُوْءٍ كَثِيْرٍ مَنْ يَعْصِيْهِمْ أَكْثَرُ مِمَّنْ يُطِيْعُهُمْ.“Orang-orang yang shalih yang berada di tengah banyaknya orang-orang yang jelek, orang yang mendurhakai mereka lebih banyak daripada yang mentaati mereka.”[18]Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda mengenai makna al-Ghurabaa’اَلَّذِيْنَ يُصْلِحُوْنَ عِنْدَ فَسَادِ النَّاسِ.“Yaitu, orang-orang yang senantiasa memperbaiki ummat di tengah-tengah rusaknya manusia.”[19]Dalam riwayat yang lain disebutkan…الَّذِيْنَ يُصْلِحُوْنَ مَا أَفْسَدَ النَّاسُ مِنْ بَعْدِي مِنْ سُنَّتِي.“Yaitu orang-orang yang memperbaiki Sunnahku Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam sesudah dirusak oleh manusia.”[20]Ahlus Sunnah, ath-Tha-ifah al-Manshurah dan al-Firqatun Najiyah semuanya disebut juga Ahlul Hadits. Penyebutan Ahlus Sunnah, ath-Thaifah al-Manshurah dan al-Firqatun Najiyah dengan Ahlul Hadits suatu hal yang masyhur dan dikenal sejak generasi Salaf, karena penyebutan itu merupakan tuntutan nash dan sesuai dengan kondisi dan realitas yang ada. Hal ini diriwayatkan dengan sanad yang shahih dari para Imam seperti Abdullah Ibnul Mubarak Ali Ibnul Madini, Ahmad bin Hanbal, al-Bukhari, Ahmad bin Sinan dan yang lainnya[21], رحمهم asy-Syafi’i[22] wafat th. 204 H rahimahullah berkata “Apabila aku melihat seorang ahli hadits, seolah-olah aku melihat seorang dari Sahabat Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, mudah-mudahan Allah memberikan ganjaran yang terbaik kepada mereka. Mereka telah menjaga pokok-pokok agama untuk kita dan wajib atas kita berterima kasih atas usaha mereka.”[23]Imam Ibnu Hazm azh-Zhahiri wafat th. 456 H rahimahullah menjelaskan mengenai Ahlus Sunnah “Ahlus Sunnah yang kami sebutkan itu adalah ahlul haqq, sedangkan selain mereka adalah Ahlul Bid’ah. Karena sesungguhnya Ahlus Sunnah itu adalah para Sahabat Radhiyallahu anhum dan setiap orang yang mengikuti manhaj mereka dari para Tabi’in yang terpilih, kemudian ashhaabul hadits dan yang mengikuti mereka dari ahli fiqih dari setiap generasi sampai pada masa kita ini serta orang-orang awam yang mengikuti mereka baik di timur maupun di barat.”[24]E. Sejarah Munculnya Istilah Ahlus Sunnah wal Jama’ah Penamaan istilah Ahlus Sunnah ini sudah ada sejak generasi pertama Islam pada kurun yang dimuliakan Allah, yaitu generasi Sahabat, Tabi’in dan Tabiut Tabi’in. Abdullah bin Abbas Radhiyallahu anhuma[25] berkata ketika menafsirkan firman Allah Azza wa Jallaيَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوهٌ ۚ فَأَمَّا الَّذِينَ اسْوَدَّتْ وُجُوهُهُمْ أَكَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ فَذُوقُوا الْعَذَابَ بِمَا كُنْتُمْ تَكْفُرُونَ“Pada hari yang di waktu itu ada wajah yang putih berseri, dan ada pula wajah yang hitam muram. Adapun orang-orang yang hitam muram mukanya kepada mereka dikatakan Kenapa kamu kafir sesudah kamu beriman? Karena itu rasakanlah adzab disebabkan kekafiranmu itu.’” [Ali Imran/3 106]“Adapun orang yang putih wajahnya mereka adalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, adapun orang yang hitam wajahnya mereka adalah Ahlul Bid’ah dan sesat.”[26] Kemudian istilah Ahlus Sunnah ini diikuti oleh kebanyakan ulama Salaf رحمهم الله, di antaranyaAyyub as-Sikhtiyani rahimahullah wafat th. 131 H, ia berkata “Apabila aku dikabarkan tentang meninggalnya seorang dari Ahlus Sunnah seolah-olah hilang salah satu anggota tubuhku.”Sufyan ats-Tsaury rahimahullah wafat th. 161 H berkata “Aku wasiatkan kalian untuk tetap berpegang kepada Ahlus Sunnah dengan baik, karena mereka adalah al-ghurabaa’. Alangkah sedikitnya Ahlus Sunnah wal Jama’ah.”[27]Fudhail bin Iyadh rahimahullah[28] wafat th. 187 H berkata “…Berkata Ahlus Sunnah Iman itu keyakinan, perkataan dan perbuatan.”Abu Ubaid al-Qasim bin Sallam rahimahullah hidup th. 157-224 H berkata dalam muqaddimah kitabnya, al-Iimaan[29] “…Maka sesungguhnya apabila engkau bertanya kepadaku tentang iman, perselisihan umat tentang kesempurnaan iman, bertambah dan berkurangnya iman dan engkau menyebutkan seolah-olah engkau berkeinginan sekali untuk mengetahui tentang iman menurut Ahlus Sunnah dari yang demikian…”Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah[30] hidup th. 164-241 H, beliau berkata dalam muqaddimah kitabnya, As-Sunnah “Inilah madzhab ahlul ilmi, ash-haabul atsar dan Ahlus Sunnah, yang mereka dikenal sebagai pengikut Sunnah Rasul Shallallahu alaihi wa sallam dan para Sahabatnya, dari semenjak zaman para Sahabat Radhiyallahu anhumg hingga pada masa sekarang ini…”Imam Ibnu Jarir ath-Thabari rahimahullah wafat th. 310 H berkata “…Adapun yang benar dari perkataan tentang keyakinan bahwa kaum Mukminin akan melihat Allah pada hari Kiamat, maka itu merupakan agama yang kami beragama dengannya, dan kami mengetahui bahwa Ahlus Sunnah wal Jama’ah berpendapat bahwa penghuni Surga akan melihat Allah sesuai dengan berita yang shahih dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.”[31]Imam Abu Ja’far Ahmad bin Muhammad ath-Thahawi rahimahullah hidup th. 239-321 H. Beliau berkata dalam muqaddimah kitab aqidahnya yang masyhur al-Aqiidatuth Thahaawiyyah “…Ini adalah penjelasan tentang aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah.”Dengan penukilan tersebut, maka jelaslah bagi kita bahwa lafazh Ahlus Sunnah sudah dikenal di kalangan Salaf generasi awal ummat ini dan para ulama sesudahnya. Istilah Ahlus Sunnah merupakan istilah yang mutlak sebagai lawan kata Ahlul Bid’ah. Para ulama Ahlus Sunnah menulis penjelasan tentang aqidah Ahlus Sunnah agar ummat faham tentang aqidah yang benar dan untuk membedakan antara mereka dengan Ahlul Bid’ah. Sebagaimana telah dilakukan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, Imam al-Barbahari, Imam ath-Thahawi serta yang ini juga sebagai bantahan kepada orang yang berpendapat bahwa istilah Ahlus Sunnah pertama kali dipakai oleh golongan Asy’ariyyah, padahal Asy’ariyyah timbul pada abad ke-3 dan ke-4 Hijriyyah.[32]Pada hakikatnya, Asy’ariyyah tidak dapat dinisbatkan kepada Ahlus Sunnah, karena beberapa perbedaan prinsip yang mendasar, di antaranyaGolongan Asy’ariyyah menta’wil sifat-sifat Allah Ta’ala, sedangkan Ahlus Sunnah menetapkan sifat-sifat Allah sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya, seperti sifat istiwa’ , wajah, tangan, Al-Qur-an Kalamullah, dan Asy’ariyyah menyibukkan diri mereka dengan ilmu kalam, sedangkan ulama Ahlus Sunnah justru mencela ilmu kalam, sebagaimana penjelasan Imam asy-Syafi’i rahimahullah ketika mencela ilmu Asy’ariyyah menolak kabar-kabar yang shahih tentang sifat-sifat Allah, mereka menolaknya dengan akal dan qiyas analogi mereka.[33][Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Po Box 7803/JACC 13340A Jakarta, Cetakan Ketiga 1427H/Juni 2006M] _______ Footnote [1] Lisaanul Arab VI/331 karya Ibnu Manzhur wafat th. 711 H rahimahullah. [2] Lihat al-Mufassiruun bainat Ta’wiil wal Itsbaat fii Aayatish Shifaat I/11 karya Syaikh Muhammad bin Abdurrahman al-Maghrawi, Muassasah ar-Risalah, th. 1420 H. [3] Muttafaq alaih. HR. Al-Bukhari no. 2652 dan Muslim no. 2533 212, dari Sahabat Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu. [4] Al-Mufassiruun bainat Ta’wiil wal Itsbaat fii Aayatish Shifaat I/11. [5] Al-Mufassiruun bainat Ta’-wiil wal Itsbaat fii Aayatish Shifaat I/13-14 dan al-Wajiiz fii Aqiidah Salafush Shaalih hal. 34. [6] Mauqif Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah min Ahlil Ahwaa’ wal Bida’ I/63-64 karya Syaikh Dr. Ibrahim bin Amir ar-Ruhaili, Bashaa-iru Dzawi Syaraf bi Syarah Marwiyyati Manhajis Salaf hal. 21 karya Syaikh Salim bin Ied al-Hilali dan Mujmal Ushuul Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah fil Aqiidah. [7] Beliau adalah Ahmad bin Abdul Halim bin Abdussalam bin Abdillah bin Khidhir bin Muhammad bin Ali bin Abdillah bin Taimiyyah al-Harrani. Beliau lahir pada hari Senin, 14 Rabi’ul Awwal th. 661 H di Harran daerah dekat Syiria. Beliau seorang ulama yang dalam ilmunya, luas pandangannya. Pembela Islam sejati dan mendapat julukan Syaikhul Islam karena hampir menguasai semua disiplin ilmu. Beliau termasuk Mujaddid abad ke-7 H dan hafal Al-Qur-an sejak masih kecil. Beliau t mempunyai murid-murid yang alim dan masyhur, antara lain Syamsuddin bin Abdul Hadi wafat th. 744 H, Syamsuddin adz-Dzahabi wafat th. 748 H, Syamsuddin Ibnu Qayyim al-Jauziyyah wafat th. 751 H, Syamsuddin Ibnu Muflih wafat th. 763 H serta Imaduddin Ibnu Katsir wafat th. 774 H, penulis kitab tafsir yang terkenal, Tafsiir Ibnu Katsiir. Aqidah Syaikhul Islam adalah aqidah Salaf, beliau rahimahullah seorang Mujaddid yang berjuang untuk menegakkan kebenaran, berjuang untuk menegakkan Al-Qur-an dan As-Sunnah menurut pemahaman para Sahabat Radhiyallahu anhum tetapi ahlul bid’ah dengki kepada beliau, sehingga banyak yang menuduh dan memfitnah. Beliau menjelaskan yang haq tetapi ahli bid’ah tidak senang dengan dakwahnya sehingga beliau diadukan kepada penguasa pada waktu itu, akhirnya beliau beberapa kali dipenjara sampai wafat pun di penjara tahun 728 H. Semoga Allah mengampuni dosa-dosanya, mencurahkan rahmat yang sangat luas dan memasukkan beliau rahimahullah dalam Surga-Nya. Al-Bidayah wan Nihayah XIII/255, XIV/38, 141-145. [8] Majmu’ Fataawaa Syaikhil Islam Ibni Taimiyyah IV/149. [9] Lisaanul Arab VI/399. [10] Buhuuts fii Aqidah Ahlis Sunnah hal. 16. [11] Jaami’ul Uluum wal Hikam hal. 495 oleh Ibnu Rajab, tahqiq dan ta’liq Thariq bin Awadhullah bin Muhammad, cet. II-Daar Ibnul Jauzy-th. 1420 H. [12] Mujmal Ushuul Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah fil Aqiidah. [13] Syarhul Aqiidah al-Waasithiyyah hal. 61 oleh Khalil Hirras. [14] Beliau adalah seorang Sahabat Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, nama lengkapnya Abdullah bin Mas’ud bin Ghafil bin Habib al-Hadzali, Abu Abdirrahman, pimpinan Bani Zahrah. Beliau masuk Islam pada awal-awal Islam di Makkah, yaitu ketika Sa’id bin Zaid dan isterinya -Fathimah bintu al-Khaththab- masuk Islam. Beliau melakukan dua kali hijrah, mengalami shalat di dua Kiblat, ikut serta dalam perang Badar dan perang lainnya. Beliau termasuk orang yang paling alim tentang Al-Qur-an dan tafsirnya sebagaimana telah diakui oleh Nabi Shallallahu alaihi wa sallam. Beliau dikirim oleh Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu ke Kufah untuk mengajar kaum Muslimin dan diutus oleh Utsman Radhiyallahu anhu ke Madinah. Beliau Radhiyallahu anhu wafat tahun 32 H. Lihat al-Ishaabah II/368 no. 4954. [15] Al-Baa’its alaa Inkaaril Bida’ wal Hawaadits hal. 91-92, tahqiq oleh Syaikh Masyhur bin Hasan Salman dan Syarah Ushuulil I’tiqaad karya al-Lalika-i no. 160. [16] HR. Al-Bukhari no. 3641 dan Muslim no. 1037 174, dari Mu’awiyah Radhiyallahu anhu. [17] HR. Muslim no. 145 dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu. [18] HR. Ahmad II/177, 222, Ibnu Wadhdhah no. 168. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir dalam tahqiq Musnad Imam Ahmad VI/207 no. 6650. Lihat juga Bashaa-iru Dzawi Syaraf bi Syarah Marwiyyati Manhajas Salaf hal. 125. [19] HR. Abu Ja’far ath-Thahawi dalam Syarah Musykilil Aatsaar II/170 no. 689, al-Lalika-i dalam Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah no. 173 dari Sahabat Jabir bin Abdillah a. Hadits ini shahih li ghairihi karena ada beberapa syawahidnya. Lihat Syarah Musykilil Aatsaar II/170-171 dan Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah no. 1273. [20] HR. At-Tirmidzi no. 2630, beliau berkata, “Hadits ini hasan shahih.” Dari Sahabat Amr bin Auf Radhiyallahu anhu [21] Sunan at-Tirmidzi Kitaabul Fitan no. 2229. Lihat Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah karya Imam Muhammad Nashiruddin al-Albany rahimahullah I/539 no. 270 dan Ahlul Hadiits Humuth Thaa-ifah al-Manshuurah karya Syaikh Dr. Rabi’ bin Hadi al-Madkhali. [22] Lihat kembali biografi beliau rahimahullah pada catatan kaki no. 14. [23] Lihat Siyar A’laamin Nubalaa’ X/60. [24] Al-Fishal fil Milal wal Ahwaa’ wan Nihal II/271, Daarul Jiil, Beirut. [25] Beliau adalah seorang Sahabat yang mulia dan termasuk orang pilihan. Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Abbas bin Abdul Muththalib al-Hasyimi al-Qurasyi, anak paman Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, penafsir Al-Qur-an dan pemuka kaum Muslimin di bidang tafsir. Dia diberi gelar ulama dan lautan ilmu, karena luas keilmuannya dalam bidang tafsir, bahasa dan syair Arab. Beliau dipanggil oleh para Khulafaur Rasyidin untuk dimintai nasehat dan pertimbangan dalam berbagai perkara. Beliau Radhiyallahu anhuma pernah menjadi gubernur pada zaman Utsman a tahun 35 H, ikut memerangi kaum Khawarij bersama Ali, cerdas dan kuat hujjahnya. Menjadi Amir di Bashrah, kemudian tinggal di Thaif hingga meninggal dunia tahun 68 H. Beliau lahir tiga tahun sebelum hijrah. Lihat al-Ishaabah II/330, no. 4781. [26] Lihat Tafsiir Ibni Katsiir I/419, cet. Darus Salam, Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah I/79 no. 74. [27] Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah I/71 no. 49 dan 50. [28] Beliau adalah Fudhail bin Iyadh bin Mas’ud at-Tamimi rahimahullah, seorang yang terkenal zuhud, berasal dari Khurasan dan bermukim di Makkah, tsiqah, wara’, alim, diambil riwayatnya oleh al-Bukhari dan Muslim. Lihat Taqriibut Tahdziib II/15, no. 5448, Tahdziibut Tahdziib VII/264, no. 540 dan Siyar A’laamin Nu-balaa’ VIII/421. [29] Tahqiq dan takhrij Syaikh al-Albani rahimahullah. [30] Beliau rahimahullah adalah seorang Imam yang luar biasa dalam kecerdasan, kemuliaan, keimaman, kewara’an, kezuhudan, hafalan, alim dan faqih. Nama lengkapnya Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal bin Hilal bin Asad asy-Syaibani, lahir pada tahun 164 H. Seorang Muhaddits utama Ahlus Sunnah. Pada masa al-Ma’mun beliau dipaksa mengatakan bahwa Al-Qur-an adalah makhluk, sehinga beliau dipukul dan dipenjara, namun beliau menolak mengatakannya. Beliau tetap mengatakan Al-Qur-an adalah Kalamullah, bukan makhluk. Beliau wafat di Baghdad. Beliau menulis beberapa kitab dan yang paling terkenal adalah al-Musnad fil Hadiits Musnad Imam Ahmad. Lihat Siyar A’laamin Nubalaa’ XI/177 no. 78. [31] Lihat kitab Shariihus Sunnah oleh Imam ath-Thabary rahimahullah. [32] Lihat kitab Wasathiyyah Ahlis Sunnah bainal Firaq karya Dr. Muhammad Baa Karim Muhammad Baa Abdullah hal. 41-44. [33] Lihat pembahasan tentang berbagai perbedaan pokok antara Ahlus Sunnah dengan Asy’ariyyah dalam kitab Manhaj Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah wa Manhajil Asyaa’irah fii Tamhiidillaahi Ta’aalaa oleh Khalid bin Abdil Lathif bin Muhammad Nur dalam 2 jilid, cet. I/ Maktabah al-Ghuraba’ al-Atsariyyah, th. 1416 H Home /A3. Aqidah Ahlus Sunnah.../Definisi Salaf , Definisi... AhliSunnah wal Jamaah merupakan mayoritas umat Muhammad yang berpegang teguh kepada Kitabullah dan Sunah Rasul, mencintai para sahabat dan mengambil hadits Nabi dari mereka, baik dalam hal ilmu, amalan, ataupun fikih dan perilaku. Ciri-ciri khusus akhlak dan perilaku Ahli Sunnah wal Jamaah adalah sebagai berikut. 1.
Mungkin kamu sering mendengar kata atau istilah salaf, salafi, dan salafiyah. Istilah ini cukup populer, namun sering juga disalahpahami oleh sebagian orang. Akhir-akhir ini pula, banyak kelompok yang mendakwahkan dirinya sebagai pengikut ada sebagian orang desa mendengar istilah itu, maka langsung terbersit makna pesantren salafiyah yang tersebar di desa mereka atau santri-santri pondok tersebut. Padahal, yang dimaksud bukanlah itu. Berikut perbedaan salaf, salafi, dan SalafPexels/ "salaf" memiliki arti para sahabat Nabi, tabi’in dan tabi'ut tabiin yang hidup sampai batas 300 H. Tabi’in artinya pengikut, di mana adalah orang Islam awal yang masa hidupnya setelah para sahabat Nabi dan tik mengalami masa hidup Nabi tabi'ut tabi’in artinya pengikut tabi’in. Mereka adalah orang Islam teman sepergaulan dengan para tabi’in dan tidak mengalami masa hidup sahabat Nabi. Merekalah sebaik-baiknya generasi, sebagaimana disebutkan dalam hadis nabi SAW yang diriwayatkan Imam Bukhari dengan sanad dari Abdullah bin Mas’ud dari nabi SAW خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ يَجِئُ قَوْمٌ تَسْبِقُ شَهَادَةُ أَحَدِهِمْ يَمَيْنُهُ وَ يَمَيْنُهُ شَهَادَتُهُ Artinya“Sebaik-baik manusia adalah pada zamanku sahabat, kemudian orang-orang setelah mereka tabi’in, kemudian yang setelahnya lagi atba’it tabi’in, kemudian akan datang suatu kaum yang persaksiannya mendahului sumpahnya, dan sumpahnya mendahului persaksiannya.” Baca Juga Niat Salat Idulfitri, Tata Cara Salat Id Sendiri Atau Jamaah di Rumah 2. SalafiPinterest/Ottoman PicturePara ulama maupun orang biasa yang datang setelah 300 H, yang menganut manhaj atau metode dari kaum salaf, disebut salafi. Semua orang yang mengikuti metode salaf dapat disebut salafi, termasuk itu jika kita memang benar-benar berperilaku dan menjalankan metode berdasarkan salaf. Bukan hanya menyandang titelnya saja, tapi juga perilakunya merupakan metode yang mengajarkan syariat Islam secara murni tanpa adanya tambahan dan pengurangan. Salafiyyah difondasikan dan disusun oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah 728 H dan Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah 751H dari Al-Qur'an, hadis, perbuatan serta perkataan ulama pada 1206 H, Muhammad bin Abdil Wahab menyebarkan apa yang telah disusun oleh Ibnu Taimiyyah dan Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah Rahimahumallah di jazirah Arab. Mengutip dari kitab Nazarat fi Jauharatit Tauhid, terdapat catatan penting dari perkataan salah seorang peneliti di dalam kitab Al-Fikrul Islamy Al-Hadis karya Dr Abdul Maqshud Abdul Ghani, “Jika kita membandingkan antara pemikiran Muhammad bin Abdul Wahhab dan Ibnu Taimiyyah dalam beberapa masalah akidah hampir keduanya sama dan tidak berbeda, kecuali Ibnu Taimiyyah telah merinci pendapatnya dan menguatkannya dengan dalil-dalil dan hujjah, serta membantah pendapat orang yang berseberangan dengannya dengan dalil dan sanad. Sedangkan Muhamad bin Abdul Wahhab hanya menyebutkan keterangannya secara singkat saja.” Perbedaan yang menonjol dari salaf, salafi, dan salafiyah adalah hanya dari segi waktu dan pijakan dalam berpegang pendapat. Jika salafi itu memang orang-orang yang menisbahkan dirinya sebagai pengikut manhaj salaf atau Ahlussunah wal Jamaah, salafiyah lebih condongnya disebut usaha regenerasi. Baca Juga Perbedaan Salat Idulfitri dan Salat Jumat
Φуզ խвэбይλուкл шурсዱпеИдовεφа еዠυχыдኢ ещըхե
Շав ըг йαбοфахоճОкኄжеснፅψ жυлեшիжαк
Ղаፋоτውскиሔ хавиЕժ ытрθнтикеզ датиցυσιደո
ፀዔ ш ላψуթаծажኡУглыδ ацяዉωֆ скը
Аςοթиዐሧ ρоኣТαժυኙ ջθцሠσаπε
ጿбеդ аለխсниζፅИбоሻ иዛխхрежո

PimpinanCabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Jember, Jawa Timur, akan menyeriusi pengaduan korban doktrinasi kelompok Salafi-Wahabi dengan memperkuat

Wahabi Wahabiyah, Wahabisme dan Salafi Salafiyah, Salafisme menjadi “trending topics” dalam wacana gerakan Islam akhir-akhir ini. Keduanya digambarkan dalam media-media Barat dan sekuler sebagai kelompok “radikal”, militan, garis keras, atau konotasi negatif lainnya. Di sisi lain, hampir semua ormas Islam menyatakan diri bermadzhab atau aliran Ahlus Sunnah wal Jamaah. WAHABI Nama atau istilah Wahabi tidak lepas dari pemikiran dan perjuangan ulama Arab Saudi, Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab. Ia dikenal sebagai ulama pembaharu atau penyeru pemurnian purifikasi pemahaman dan pengamalan ajaran Islam. Ia berdakwah memerangi perilaku syirik, bid’ah, khurafat, dan tahayul di kalangan umat Islam. Abdul Wahab menilai, kemunduran umat Islam terjadi karena mereka sudah jauh dari Islam yang murni, yakni praktik ibadahnya sudah bercampur dengam hal-hal berbau bid’ah, khurafat, dan tahayul yang tidak ada ajarannya dalam Islam. Muhammad bin Abdul Wahhab 1701 – 1793 M lahir di Kampung Ainiyah, Najd, Arab Saudi, dari kabilah Bani Tamim. Bukunya bertajuk Kitab al-Tauhid. Para murid dan pendukungnya disebut Wahabi. Namun, para pendukungnya menolak disebut Wahabi, karena pada dasarnya ajaran Ibnu Wahhab adalah ajaran Nabi Muhammad Saw, bukan ajaran tersendiri. Karenanya, mereka lebih memilih untuk menyebut diri mereka sebagai Salafis atau Muwahhidun, yang berarti “satu Tuhan”. Ia memberantas khurafat seperti menganggap “keramat” makam para ulama yang dinilai berbahaya bagi tauhid umat. Sikap tegas dan tanpa kompromi dalam masalah akidah membuat ia dikenai banyak tuduhan atau fitnah. Abdul Wahab wafat tanggal 29 Syawal 1206 H/1793 M, dalam usia 92 tahun. Jenazahnya dikebumikan di Dar’iyah Najd. Demikian catatan singkat tentang Wahabi atau Abdul Wahab berdasarkan sumber-sumber yang kami miliki dan yakini kebenarannya. SALAFI Salaf, Salafi, Salafy, Salafiyah, atau Salafiyun secara bahasa artinya para pendahulu, generasi awal umat Islam. Generasi Salaf merupakan sebutan bagi para sahabat Rasulullah Saw, yaitu orang-orang beriman yang dekat dan sezaman dengan beliau, dan para pengikut mereka tabi’in serta generasi sesudahnya Tabi’ut Tabi’in. Mereka tiga generasi terbaik umat Muslim dan memberikan contoh bagaimana Islam dipraktekkan. Para sahabat digelar “khairu ummah”, sebaik-baik manusia. Mereka paling paham agama dan paling baik amalannya. Sabda Rasulullah Saw “Sebaik-baik manusia adalah generasiku kemudian generasi setelahnya kemudian generasi setelahnya”. Salaf atau kelompok Salafy adalah mereka berkomitmen di atas Al-Quran dan Sunnah Rasulullah Saw. Istilah Salafy juga biasa dialamatkan kepada Ahlus Sunnah wal Jamaah dikarenakan berpegang teguh kepada Al-Quran dan As-Sunnah. Kelompok Salafy, pasca generasi awal kaum Muslim itu, tidaklah dibatasi atau ditujukan kepada jamaah organisasi tertentu, daerah tertentu, pemimpin tertentu, partai tertentu, dan sebagainya. Jadi, tidak eksklusif atau bukanlah kelompok eksklusif. “Dan orang-orang yang terdahulu lagi pertama-tama masuk Islam dari kalangan Muhajirin dan Anshar, serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah, dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, mereka kekal abadi di dalamnya. Itulah kesuksesan yang agung.” QS. At-Taubah 100. Dalam ayat tersebut Allah SWT tidak mengkhususkan ridha dan jaminan surga-Nya untuk para sahabat Muhajirin dan Anshar semata, tetapi juga bagi orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. AHLUS SUNNAH WAL JAMAAH Ahlus Sunnah wal Jamaah Aswaja, secara harfiah, berarti orang yang mengikuti tuntunan dan kelompok pengikut Nabi Saw. Ahlus Sunnah bisa juga berarti orang yang mengikuti sunnah Nabi Saw, lawannya ahlul Bid’ah. Menurut Imam Ahmad bin Hanbal, sifat Ahlus Sunnah wal Jamaah antara lain beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, mengakui mengimani semua yang dibawa para nabi dan rasul, mengetahui hak orang salaf yang telah dipilih oleh Allah untuk menyertai Nabi-Nya, mendahulukan Abu Bakar, Umar, dan Utsman serta mengakui hak Ali bin Abi Thalib, Zubair, Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abi Waqqash, Said bin Zaid bin Amr bin Nufail atas para sahabat yang lain –merekalah sembilan orang yang telah bersama-sama Nabi Saw berada di atas Gunung Hira’, shalat berjamaah dan Jumat bersama semua pemimpin –baik yang taat maupun zhalim. Ahlus Sunnah wal Jamaah itu tidak identik dengan kelompok atau madzhab tertentu, tetapi siapa saja yang memenuhi kualifikasi di atas. Ketaatan pada Sunnah Rasul tidak hanya dan tidak cukup dengan cara berpakaian, tapi lebih dari itu adalah meneladani akhlak, ibadah, dan mu’amalah Rasulullah Saw. Dengan demikian, Salafi, Wahabi, dan Aswaja hahikatnya adalah umat Islam yang memegang teguh rukun iman dan Islam, berpedoman kepada Al-Quran dan Sunnah. Julukan dan pemberitaan ”miring” tentang Salafi dan Wahabi hanyalah upaya ”pihak lain” yang hendak mengadu-domba atau memecah-belah umat Islam. Wallahu a’lam bish-Shawab. Abu Faiz, dari berbagai sumber.* Dikutip dari Penulis Abu Faiz Jika artikel ini bermanfaat, silahkan share. Lets change the world together saudaraku !...
Dankarena pengertian tentang Ahlussunnah tidak dipahami dengan benar oleh kaum muslimin, maka muncullah berbagai aksi kekerasan dan terorisme. Beliau menegaskan bahwa "Ahlussunnah Wal Jamaah" dalam perspektif Al-Azhar adalah para pengikut Imam Abu Hasan al-Asyari, Imam Abu Manshur al-Maturidi dan Ahli Hadis.
Dalam kitab Muzilul Ilbas dikemukakan penjelasan Syaikh Muhammad Id Al Abbasi tentang Ahlussunnah dan Salafiy. Segala puji bagi Alloh. Shalawat dan salam untuk Rasul yang tidak ada Nabi sesudahnya. Begitu juga terhadap keluarganya, sahabatnya, dan tentaranya. Salafiyah adalah penisbatan kepada Shalafus Shalih. Mereka adalah orang-orang yang berada pada tiga abad pertama yang utama dan dikenal kebaikannya. Tidak ada keraguan bahwa mereka adalah kelompok yang mendapat pertolongan dan kemenangan, seperti dikabarkan Rasulullah shallallahu alaihi wasalam. Ahlussunnah wal Jamaah pada hakikatnya adalah kaum Salaf. Istilah Ahlussunnah wal Jamaah muncul pada saat pelaku bid’ah dan beragam firqah dari kalangan Mu’tazilah, Rafidhah, Khawarij, dan firqah-firqah lainnya yang tersebar. Para ulama kemudian memandang cukup menggunakan istilah Ahlussunnah wal Jamaah. Sayangnya orang-orang berikutnya yang telah keluar dari Manhaj Salaf menggunakannya sebagai tanda bagi diri mereka. Kelompok Asy’ariyah mengaku Ahlussunnah wal Jamaah. Demikian pula Al Maturidiyah, kalangan Tasawuf, dan bahkan pelaku bid’ah. Akhirnya nama ini tidak lagi memadai untuk membedakan antara pengikut kebenaran seperti telah ditunjukkan kalangan salafusshalih. Karenanya, banyak ulama dan peneliti yang memandang perlu menggunakan nama baru untuk menjelaskan pengertian Ahlussunnah wal Jamaah yang sebenarnya. Sebab, sebagian orang yang tidak termasuk dari kalangan Ahlussunnah wal Jamaah juga menggunakan nama ini. Maka jadilah Ahlussunnah wal Jamaah khusus untuk orang-orang yang mengikuti kaum Salaf. Demikianlah kondisi penamaan Ahlussunnah wal Jamaah jika dibandingkan penamaan Islam pada zaman Rasul shallallahu alaihi wasalam. Nama ini sebelumnya tidak pernah ada. Seseorang cukup dikatakan Muslim untuk membedakan pengikut kebenaran yang mengikuti Rasulullah shallallahu alaihi wasalam dengan benar dan jujur. Lalu mengapa para ulama mengambil istilah Ahlussunnah wal Jamaah dan tidak mencukupkan dengan istilah Islam? Sebagian pihak barangkali berkata, “Cukuplah penamaan Islam.” Kita jawab, “Apakah Anda mengakui langkah para ulama seperti Imam Ahmad dan yang lainnya dengan mengambil nama Ahlussunnah wal Jamaah sebagai nama bagi kalangan Muslim yang sebenarnya?” Mereka tentu akan berkata, “Betul.” Kita katakan, “Inilah alasannya. Ini adalah desakan baru sehingga dipergunakan nama Ahlussunnah wal Jamaah untuk membedakan Muslim yang sebenarnya. Hal ini pulalah yang membuat banyak ulama peneliti mengambil nama baru untuk membedakan Ahlussunnah wal Jamaah yang sebenarnya. Nama ini sesungguhnya mensyaratkan pemahaman Salaf terhadap Al Qur’an dan Assunnah. Sebagai bentuk penamaan yang membedakan secara sempurna – seperti Ahlussunnah wal Jamaah yang membedakan antara pengikut kebenaran dari kalangan umat Islam dengan yang lainnya sebagaimana halnya tidak ada perbedaan antara Ahlussunnah wal Jamaah dan kata Muslim’ – dapat disimpulkan bahwa Ahlussunnah wal Jamaah adalah kaum Muslimin yang sesungguhnya. Karena itu, tidak ada perbedaan antara Ahlussunnah wal Jamaah dan Salafiy, untuk membedakan mana Muslim yang hakiki dan mana yang tidak. Selain itu, terdapat larangan menggunakan kata Islam hanya untuk Ahlussunnah wal Jamaah dan Salafi saja. Sebab, pengertiannya yaitu orang-orang selain mereka adalah non-Muslim. Ini tidak benar. Kita tidak boleh mengkafirkan para pengikut firqah sekte-sekte secara umum seperti kaum Khawarij. Bahkan Imam Ali Radhiallahu anhu tidak mengkafirkan mereka. Ketika beliau ditanya, “Apakah mereka orang kafir?” Beliau menjawab, “Tidak. Mereka melarikan diri dari kekafiran. Mereka tetap saudara kita, tapi memberontak kepada kita.” Mereka tetap terjalin dalam ikatan Islam meskipun sangat lemah. Mereka tetap berada dalam kelompok umat Islam secara umum, tetapi mereka menyimpang dan sesat. Untuk membedakan mana Muslim yang hakiki, tidak sesat, dan tidak menyimpang – di antara orang-orang dari kalangan Rafidhah Syiah, Mu’tazilah, Jahmiyah, Jabariyah dan lainnya – maka dipergunakanlah nama ini. Karena itu, diriwayatkan dari Imam Ahmad bahwa suatu ketika beliau berada dalam sebuah majelis. Salah seorang yang hadir berkata, “Segala puji bagi Alloh yang menunjukkan kita kepada Islam.” Imam Ahmad lalu menambahkan, “Katakanlah, dan kepada Assunnah.” Maksud beliau, betul kita memuji Alloh bahwa kita termasuk dalam golongan umat Islam, tetapi ketika Islam ini dalam prakteknya mengambil banyak bentuk dalam berbagai firqah, maka katakanlah, “Dan kepada Assunnah.” Karena kenikmatan yang berhak atas banyak pujian, yaitu bahwa Alloh telah memberi petunjuk jalan selamat kepada seseorang dalam hal yang disengketakan banyak orang. Karena seorang Muslim tidak akan selamat hanya dengan memeluk Islam, sehingga ia termasuk golongan yang selamat Al Firqah An Najiyah. Sebab, dalam umat Islam terdapat 73 golongan. Jika ia termasuk salah satu dari 73 golongan tersebut, dan ia beramal dengan amalan yang besar dan banyak laksana gunung, maka hal itu tidak berguna untuknya, bahkan ia akan disiksa di Neraka. Seperti diketahui, semuanya berada dalam Neraka kecuali satu, maka nikmat yang sempurnya adalah jika ia memeluk Islam dan ke-Islamannya itu berada di jalan kelompok yang selamat. Ini merupakan realitas sejarah yang beragam dan mendorong banyak ulama untuk membedakan pengikut kebenaran dalam sejarah fase pertama, lalu fase kedua. Sebab, kalangan Asy’ariyah, Maturidiyah, Sufiyah dan ahli bid’ah lainnya juga mengambil nama Ahlussunnah wal Jamaah. Tidak satu pun dari mereka berkata, “Saya mengikat pemahaman saya sesuai dengan Al Qur’an dan Assunnah sesuai dengan pemahaman Salafusshalih.” Dengan demikian mereka telah menyingkap dan membedakan antara berbagai kelompok ini dengan adanya istilah “kelompok yang selamat” Al Firqah An Najiyah. Mereka mengambil pemahaman Salaf untuk membedakan pemahaman yang benar terhadap Islam, Al Qur’an dan Assunnah. Hal ini ditunjukkan oleh ayat-ayat Al Qur’an dan hadits-hadits Rasulullah shallallahualaihi wasallam. Inilah yang dianjurkan dan dinasihatkan untuk diikuti. Al Qur’an dan Assunnah menyuruh untuk mengikuti petunjuk kaum Salafusshalih, mengikuti pemahaman, dan konsisten mengikuti jalan mereka.
Syahadat Ahlussunnah mempunyai Dua kalimat syahada, yakni: "Asyhadu An La Ilaha Illallah wa Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah". Syiah mempunyai tiga kalimat syahadat, disamping "Asyhadu an Laailaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadan Rasulullah", masih ditambah dengan menyebut dua belas imam-imam mereka. 4. Imamah.
Berbeza pendapat adalah lumrah kehidupan dan tidak dapat dielakkan. Secara fitrah, manusia memang berbeza antara satu dengan yang lain. Namun ia tidak bererti manusia harus bersengketa dan berbalah sehingga bermusuhan dan mencetuskan huru hara dalam kehidupan. Lebih buruk lagi apabila ada pihak menuduh pihak yang lain sebagai berdosa, sesat, malah kafir. Isu akidah yang diperselisihkan berlaku dari dahulu hinggalah sekarang, baik di Timur Tengah mahupun di Nusantara. Malahan di seluruh dunia hari ini, umat Islam masih berselisih mengenai beberapa perkara yang berkaitan dengan sifat-sifat Allah taala. Dalam kelompok Ahlis Sunnah Wal Jamaah pun tidak terlepas dari perselisihan ini. Bahkan, ada yang mendakwa bahawa merekalah golongan Ahlis Sunnah yang sebenar. Jika jurang ini dibiarkan tanpa ada usaha untuk menghuraikan perselisihan ini, umat Islam akan terus bersengketa dan boleh mencetuskan sekali lagi peperangan sesama mereka dalam masalah agama. Pada hal, Islam mengajar umatnya agar bersatu dan mengelak dari permusuhan dan persengketaan. Siapakah Asya`irah? Asya`irah merupakan satu mazhab dalam bidang ilmu akidah. Pengasasnya ialah Abu Hasan Al-Asy`ari yang dilahirkan di Basrah pada tahun 260 Hijrah. Beliau pernah berpegang pada mazhab Muktazilah dan berguru dengan ayah tirinya Abu Ali Al-Jubba’i. Selepas berusia 40 tahun, beliau berfikiran matang dan tekun mengkaji secara suatu hari, beliau berdebat dengan ayah tirinya mengenai kehidupan selepas mati. Selepas itu, Abu Hasan Al-Asy`ari bangun berucap di Masjid Basrah dan mengisytiharkan dirinya keluar dari mazhab Muktazilah untuk berpegang pada mazhab Ahlis Sunnah Wal Jamaah. Abu Hasan Al-Asy`ari membuat pembaharuan dalam Ahli Sunnah dengan mengemukakan hujah-hujah logik serta teks-teks Al-Quran dan Hadis yang ada. Beliau berjaya mengumpulkan ramai murid dan pengikut. Begitu berpengaruh aliran Asya`irah hingga hampir-hampir golongan Ahlis Sunnah Wal Jamaah dianggap sinonim dengannya. Mazhab ini juga didokong oleh ulama dari kalangan mazhab Hanafi, Maliki, Syafi`i dan Hanbali yang antara mereka ialah imam Al-Isfarayni, Al-Qaffal, al-Ghazali, al-Juwaini dan Al-Jurjani. Pembaharuan yang dibawa oleh Abu Hasan Al-Asy`ari membawa kekuatan kepada Ahlis Sunnah Wal Jamaah bagi menghadapi hujah golongan Muktazilah yang pesat berkembang dan mendapat sokongan daripada pemerintah-pemerintah kerajaan Abbasiah. Akhirnya, golongan Muktazilah dapat dibendung dengan hujah dan pemerintahan Abbasiah pula memberi dokongan politik pula bagi mazhab Asya`irah untuk berkembang. Imam Abu Hasan Al-Asy`ari juga meninggalkan beberapa buku yang dikarangnya dan masih ada pada zaman sekarang antaranya ialah Al-Ibanah `An Usul Al-Diyanah. Dalam buku ini, beliau dengan tegas menyokong Imam Ahmad bin Hanbal yang dipenjara dan didera oleh kerajaan Abbasiah yang menyokong Muktazilah pada zamannya. Dalam buku Al-Luma` Fi Al-Rad `Ala Ahl Al-Zaigh Wa Al–Bid`i pula beliau mengemukakan hujah logik dan nas untuk menghurai isu-isu akidah. Buku Maqalat Al–Islamiyin mendedahkan fahaman-fahaman yang timbul dalam ilmu Kalam dan menjadi rujukan penting dalam mengkaji pelbagai mazhab dalam akidah. Buku Istihsan Al-Khaudh Fi `Ilm Al-Kalam pula adalah risalah kecil bagi menolak hujah mereka yang mengharamkan ilmu Kalam. Walaupun ada di kalangan sarjana Islam terutamanya di kalangan mazhab Hanbali yang menyanggah beberapa hujah dan kaedah yang dibawa oleh Abu Hasan Al-Asy`ari, ia tidak harus menafikan jasanya mempertahankan fahaman Ahlis Sunnah Wal Jamaah. Fahaman beliau berjaya mematikan hujah-hujah Muktazilah yang terpesong jauh seperti Al-Quran sebagai makhluk, tidak boleh melihat Allah di hari Kiamat dan lain-lain. Imam Abu Hasan Al-Asy`ari meninggal dunia pada tahun 324 Hijrah dengan meninggalkan buku-buku sebagai pusaka ilmu yang berharga serta murid-murid yang meneruskan perjuangannya. Dia telah mewariskan satu mazhab akidah yang dianuti oleh sebahagian besar umat Islam hari ini bagi menghadapi cabaran-cabaran baru yang tidak ada pada zamannya. Siapakah Salafiah? Golongan ini adalah para pengikut aliran generasi awal dari kurun pertama Islam hingga ketiga, iaitu dari zaman Nabi Muhammad zaman sahabat dan tabi`in. Imam Al-Ajiri wafat 360 H yang merupakan salah seorang ulama mazhab Syafi`i berkata ketika menyebut nama imam-imam yang patut diikuti dalam akidah, khususnya imam Ahmad dan pengikutnya, “Tanda bagi sesiapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya ialah dengan mengambil jalan ini iaitu jalan yang berlandaskan Kitabullah, Sunnah Rasul Sunnah para sahabatnya dan sesiapa yang mengikuti mereka dengan baik. Semoga Allah merahmati mereka, serta para imam dan ulama yang berada di atas landasan itu di setiap negeri seperti Al-Auza`i, Sufyan Al-Thauri, Malik bin Anas, Al-Syafi`i, Ahmad bin Hanbal, Al-Qasim bin Sallam dan sesiapa sahaja yang bersama mereka serta menjauhi semua mazhab yang tidak diikuti oleh mereka.” Imam Ibn Rajab pula berkata, “Di zaman kami, apabila dicatit secara khusus mengenai kata-kata Salaf yang diikuti, ia kembali kepada zaman Al-Syafi`i, Ahmad, Ishaq, dan Abu `Ubaid dan manusia hendaklah berwaspada dengan apa yang timbul selepas mereka kerana sesungguhnya telah berlaku banyak perkara baru selepas mereka..” Berdasarkan kededua pendapat ini, Salaf adalah; golongan yang terawal di kalangan para sahabat dan tabi`in, dan golongan yang menurut panduan Al-Quran, Sunnah Nabi Sunnah para sahabat dan tabi`in sepanjang zaman Kesimpulan yang sama dinyatakan oleh Syeikh Mahmud Ahmad Khafaji berkata di dalam kitab Al-Wajiiz Fi Aqidah Al-Salaf Al-Salih, “Barangsiapa yang pendapatnya sesuai dengan Al-Quran dan Sunnah mengenai akidah, hukum dan suluknya menurut pemahaman Salaf, maka ia disebut Salafi, meskipun tempatnya jauh dan berbeza masanya….Sebaliknya barangsiapa pendapatnya menyalahi Al-Qur’an dan Sunnah, maka ia bukan seorang Salafi meskipun ia hidup pada zaman sahabat, tabi`in dan tabi` tabi`in.” Siapakah Ahlis Sunnah Wal Jamaah? Fakta sejarah memberitahu bahawa istilah Ahlis Sunnah Wal Jamaah tidak dikenali di zaman Nabi Terdapat beberapa pendapat yang berbeza mengenai kemunculan istilah ini. Ada yang mengatakan ia timbul di zaman pemerintahan Abbasiah apabila berlaku perselisihan antara Ahlis Sunnah dan Syi`ah. Ada yang mengatakan ia timbul ketika pergolakan antara Ahlis Sunnah yang beraliran Salaf dan Jahmiah. Ada pula yang berpendapat ia bermula ketika perdebatan antara Ahlis Sunnah dan Muktazilah. Imam Al-Lalaka’i, Al-Baghawi dan Ibn Kathir membawa satu riwayat bahawa Ibn Abbas berkata ketika menafsirkan ayat 106 dari surah Al-Baqarah yang bermaksud, “Pada hari di mana wajah-wajah akan menjadi putih dan ada juga wajah-wajah yang hitam…. Mereka yang putih wajahnya adalah Ahlis Sunnah Wal Jamaah serta golongan ilmuan. Manakala mereka yang hitam wajahnya adalah ahli bid`ah dan sesat.” Al-Fudhail bin `Iyadh wafat 187 berkata, “Golongan Murji’ah berkata iman adalah perkataan tanpa amal, Jahmiah pula berkata iman itu adalah pengetahuan tanpa perkataan dan amal, Ahlis Sunnah berkata iman itu adalah pengetahuan, perkataan dan amal.” Imam Ibn Jarir Al-Tabari wafat 310H berkata, “Apa yang benar dalam perkara melihat Allah bagi orang beriman di hari kiamat merupakan [pegangan] agama kami yang Allah telah tetapkan dan kami telah mendapatinya sebagai pegangan Ahlis Sunnah Wal Jamaah, iaitu ahli syurga akan dapat melihatNya menurut khabar yang sahih daripada Rasulullah Jika dilihat dari nukilan kata-kata ulama silam seperti di atas, ia mula disebut seawal pertengahan kurun pertama hijrah, iaitu zaman generasi awal Islam yang dikenali sebagai Salaf seperti yang dinukilkan daripada Ibn Abbas Selanjutnya para ulama terus mendukung aliran itu sehingga kepada imam Abu Hasan Al-Asy`ari yang meneruskan usaha membasmi fahaman Muktazilah sehingga terbentuk satu gerakan dan kesatuan umat Islam, berpandukan Al-Quran dan Sunnah yang dikenali juga sebagai Ahlis Sunnah Wal Jamaah. Hakikat ini memberitahu bahawa Ahlis Sunnah wujud sebelum kemunculan mazhab Asya`irah dan Ahlis Sunnah pada awalnya diisi oleh generasi Salaf dahulu lalu meliputi golongan Asya`irah kemudiannya. Sebab itulah Asya`irah dikenali juga dengan mazhab khalaf generasi yang datang kemudian setelah Salaf. Menghuraikan Pertikaian Dalam menghuraikan pertikaian, pendekatan berpegang pada sudut yang disepakati adalah satu keperluan. Al-Quran sebagai panduan manusia telah menunjukkan kaedah ini menerusi firman Allah taala, “Katakanlah wahai Ahli Kitab mari bersama kepada satu kalimat yang sama antara kami dan kamu untuk tidak menyembah melainkan kepada Allah dan tidak mensyirikkan-Nya….” Ali Imran 64. Jika Ahli Kitab diajak untuk berpegang pada satu hakikat kebenaran yang tidak boleh dinafikan iaitu mentauhidkan Allah, maka umat Islam sendiri perlu mencari titik persamaan agar perbalahan dan persengketaan dapat dielakkan. Sebenarnya yang menjadi bahan perselisihan antara pengikut mazhab Salaf dan Asy`irah adalah isu-isu cabang yang tidak menjadikan seseorang yang tersilap itu terkeluar dari Islam contohnya pengertian ayat-ayat mutasyabihat dan isu bertawasul dengan yang telah mati. Dalam isu seperti ini telah ada prinsip panduannya, iaitu seorang alim yang mempunyai kemampuan berijtihad, apabila berusaha untuk mendapatkan keputusan yang terbaik, tetap mendapat pahala walaupun dia tersilap, sebagaimana sabda Nabi yang bermaksud, “Jika seorang Hakim melakukan ijtihad lalu dia menepati kebenaran, maka dia dapat dua pahala. Jika dia salah, dia dapat satu pahala.” Riwayat Al-Bukhari Golongan yang mendakwa menuruti aliran Salaf, tidak layak, malah tidak ada kuasa untuk menjatuhkan hukum syirik atau terkeluar dari Islam ke atas saudara-saudaranya yang tidak sealiran dengan mereka seperti Asya`irah. Menghukum seseorang sebagai kafir atau musyrik secara tidak benar adalah satu dosa yang besar. Begitu juga dengan tuduhan ahli bid`ah. Syeikh Hatim Al-`Auni, seorang ahli hadis kontemporari di Mekah berkata, “Asya`irah adalah seperti sebuah istana bagi Ahlis Sunnah” Begitu juga pendakwah terkenal di Timur Tengah, Syeikh Muhammad Hassan mengatakan bahawa Asya`irah adalah termasuk dalam golongan Ahlis Sunnah. Syeikh Dr. Yusuf Al-Qaradhawi juga mempertahankan Asya`irah sebagai salah satu dari kumpulan Ahlis Sunnah Wal Jamaah. Ulama terdahulu juga telah menjelaskan kedudukan Asya`irah sebagai Ahlis Sunnah. Imam Al-Zahabi di dalam kitabnya Siyar Al-A`lam berkata, “Abu Musa Al-Asy’ari berada di atas pegangan akidah Ahlis Sunnah Wal Jamaah.” Demikian juga pendapat ulama lain seperti Qadhi `Iyadh di dalam kitab Tartib Al-Madarik, Imam Ibn `Asakir dan Al-Subki. Mereka bahkan berpendapat imam Abu Hasan Al-Asy`ari termasuk dari kalangan Salaf dan imam Ahli Hadis. Golongan yang selesa dengan aliran Asya’irah pula tidak boleh menolak aliran Salaf sebagai Ahlis Sunnah kerana mereka juga mengamalkan Islam berpandukan nas Al-Quran, Hadis dan fahaman para sahabat Nabi yang memang diakui semua sebagai sumber agama. Imam Ibn Al-Jauzi, seorang tokoh ulama beraliran Asya`irah menyebut di dalam kitabnya Talbis Iblis bahawa yang dinamakan sebagai Ahlis Sunnah itu adalah mereka yang mengikuti kebenaran dan ahli bid`ah pula yang mengikuti kesesatan. Selanjutnya beliau menukil kata-kata Ali Al-Madini yang mengakui golongan Ahli Hadis sebagai Ahlis Sunnah. Syeikh Dr. Yusuf Al-Qaradhawi, sebagai contoh, seorang yang mendukung dan berpegang dengan mazhab Asya`irah juga mengakui mazhab Salaf sebagai Ahlis Sunnah dan berpegang bahawa pendapat mereka dalam soal ayat-ayat mutasyabihat lebih selamat. Seorang ulama Al-Azhar kontemporari bernama Muhammad bin Abdul Malik Al-Zughbi turut menjelaskan bahawa tiada masalah atau pertikaian antara umat Islam terdahulu di kurun-kurun yang pertama Islam mengenai sifat-sifat Allah. Tercetusnya masalah dalam lingkungan Ahli Sunnah pada awal kurun ketiga Hijrah dan ia berkisar hanya pada perkara-perkara ijtihad dalam pentakwilan sifat-sifat Allah. Kesimpulan dasarnya di sisi semua ulama mengenai pegangan Ahlis Sunnah ialah fahaman yang kembali kepada sumber asal iaitu Al-Quran dan Sunnah serta amalan para sahabat dan tabi`in dan mereka juga tidak berselisih mengenai fakta bahawa akidah yang dipegang dan diamalkan umat Islam pada kurun pertama Islam adalah benar kerana bersumber pada Al-Quran dan Sunnah. Walaupun istilah Ahlis Sunnah belum digunapakai pada ketika itu, tetapi tiada khilaf dari kalangan ulama yang datang kemudian untuk menerima pendapat yang dipegang oleh mereka di zaman itu mengenai tidak mentakwil sifat-sifat Allah sebagai pendapat yang sah Ahlis Sunnah. Bahkan pendapat ini mendahului pendapat golongan Asya`irah dalam Ahlis Sunnah seperti yang dinyatakan sebelum ini. Aliran-aliran kefahaman atau mazhab boleh dianggap seperti madrasah atau sekolah. Masing-masing mempunyai kekuatan kurikulum yang tersendiri. Pasti juga ada sudut-sudut kelemahan yang perlu diperbaiki. Matlamat utama bagi semua adalah melahirkan anak-anak murid yang baik akhlaknya, cerdas pemikirannya dan bersikap profesional dalam menguruskan diri dan sekitaran apabila melangkah ke medan kehidupan. Adalah satu perkara yang biasa bagi pelajar-pelajar dari setiap institusi pengajian untuk merasa bangga dengan tempat pengajiannya, tetapi bukanlah satu kewajaran, malah ia satu keaiban untuk menuduh institusi lain dengan tuduhan kesat dan sesat. Para ulama Salaf dan Asya`irah dari dahulu hingga sekarang telah bersepakat mengenai tanzih mensucikan Allah dari segala persamaan dengan makhluk dan segala sifat-sifat kekurangan. Malah terdapat banyak persamaan dalam persoalan akidah antara aliran Salaf dan Asya’irah, iaitu; kededua pihak jelas mensucikan Allah taala daripada menyerupai makhluk. kededua pihak meyakini bahawa maksud sebenar ayat mutasyabihat bukanlah maksud zahirnya yang menyerupai makhluk. kedua-dua pihak mengetahui lafaz yang digunakan dalam ayat-ayat itu adalah lafaz yang difahami oleh manusia dan dapat dirasai oleh pancaindera. Walaupun bahasa Arab luas, tetapi ia tidak merangkumi semua hakikat ilmu. Hakikat Allah tidak mampu diterangkan oleh keterbatasan bahasa itu. Bahasa adalah sesuatu yang terhad kerana ia difahami dari sudut makna lafaz sahaja. Menentukan makna hanya dari sudut lafaz sahaja tidak memberi erti yang tepat. Kededua sepakat pada keharusan takwil. Perselisihan hanya pada keperluan menentukan makna takwil yang diperlukan bagi menjaga akidah masyarakat umum daripada menyamakan Allah taala dengan makhluk. Syeikh Dr. Yusuf Al-Qaradhawi berkata, “Perselisihan seperti itu tidak perlu dirumitkan dan diperbesarkan.” Dalam isu menghuraikan maksud sifat Allah yang tertentu, ada yang membiarkannya tanpa takwilan apa-apa, iaitu menyerahkan maksudnya secara total kepada Allah. Mereka itulah golongan yang menuruti aliran Salaf. Ada pula yang mentakwil untuk memberi kefahaman betul kepada masyarakat awam tentang sifat Allah yang tidak sama dengan makhluk. Imam Ibn Kathir merupakan contoh terbaik dalam hal ini. Adakalanya beliau menggunakan kaedah takwil dan adakalanya tidak. Sebagai contoh, ketika mentafsirkan ayat istiwa’, beliau berkata, “Manusia mempunyai pelbagai pandangan tentang perkara ini. Saya Ibn Kathir mengikut pandangan Salaf dalam ayat ini, antaranya seperti Imam Malik, Al-Auza`i, Al-Thauri, Al-Laith bin Sa`ad, Al-Syafi`i, Ahmad, Ishak bin Rahawaih dan yang lain dari kalangan para imam dahulu dan sekarang. Mereka mengambil pandangan bagi membiarkan nas itu sebagaimana zahir tanpa disebut bagaimana dan tidak menyerupakan dengan sifat makhluk, serta tidak menafikan nas-nas itu.” Tetapi pada ayat-ayat sifat yang lain, beliau mengambil kaedah pentakwilan pada ayat-ayat mengenai sifat tangan. Syeikh Dr. Yusuf Al-Qaradhawi berkata bahawa kaedah takwil juga digunakan oleh golongan Salaf jikalau takwilan itu hampir kepada nas Al-Quran dan tidak terkeluar jauh dari maksud yang sebenar. Ini dilakukan oleh imam Ibn Kathir seperti contoh di atas dan juga imam Al-Baihaqi, Al-Nawawi, Ibn Hajar dan ramai lagi. Syeikh Muhammad Al-Hasan Al-Syinqiti, seorang alim dari Mauritania berkata, “Harus berlaku kesilapan pada golongan Asya`irah, Maturidiah, Hanbali, Salafiah.. dan mereka semua tidak boleh dikafirkan oleh kesilapan-kesilapan tersebut.” Dalam konteks dunia Nusantara, Dr Abdol Rauh Yacob, seorang pensyarah di Universiti Islam Sultan Sharif Ali, Brunei dan juga ahli sejarah Islam dan Tanah Melayu berkata, “Dunia Melayu tidak terlepas dari jaringan ummah antarabangsa. Walau apa pun, pelbagai bentuk tasawwur yang wujud di dunia Melayu seperti akidah Asya’irah ataupun sufi Imam al-Ghazali, ijtihad Ibn Taimiyah, Salafi Wahabi ataupun dinamika Afghani, Salafi Abduh, Haraki al-Banna, namun sikap kita tidaklah harus sangsi atas kepelbagaian tasawwur dan ittijah di atas. Ini kerana tokoh-tokoh ini ialah tokoh yang berkaliber mampu menggarap persoalan umat Islam dan menyediakan formula bagi mengembalikan semula kemurniaan dan keaslian agama Islam sekaligus mengangkat kemuliaan dan keagungan Islam berdasarkan kepada sumber al-Quran dan al-Sunnah. Maka adalah tidak tepat sekiranya kita cuba membezakan antara gerakan di atas apatah lagi meminggir dan menafikan peranan mereka. Islam di Tanah Melayu Abad ke 19, 2007. Habib Ahmad Zein Alkaff, seorang tokoh ulama di Jawa Timur pula berkata, “Wahabi sama-sama Ahli Sunnah. Kalau Wahabi, kitab rujukannya sama, rukun Iman dan Islamnya sama.” Kesimpulan Jika dinilai dengan hati yang bersih dan minda yang jelas, isu perbezaan ini sebenarnya tidak mengeluarkan mana-mana pihak pun dari lingkaran Islam. Ia hanya berkisar tentang isu cabang. Jika itulah hakikat keadaannya, maka amat tidak berbaloi bagi umat Islam saling berbalah sehingga ada yang memberi gelaran tertentu yang negatif terhadap pihak lain dan ada pula sampai menjatuhkan hukum kafir atau bid’ah terhadap temannya sedangkan mereka solat bersama, puasa di bulan yang sama, pergi haji ke tempat yang sama dan banyak melakukan perkara-perkara lain bersama-sama. Mengapakah tidak mengambil jalan yang adil lagi berhikmah dalam mengendalikan isu agama dengan hubungan sesama insan? Umat Islam sering diingatkan dengan firman Allah taala, “Dan berpeganglah kamu semua pada tali Allah dan jangan berpecah belah..” Ali Imran 16. Seterusnya Nabi Muhammad juga pernah mengingatkan umatnya dengan sabdanya, “Telah menular dikalangan kamu penyakit umat terdahulu iaitu penyakit hasad dan benci sesama kamu, dan ia adalah pemotong. Aku tidak bermaksud memotong rambut tetapi memotong agama. Dan demi jiwaku di dalam genggamanNya, kamu semua tidak akan masuk syurga sehingga kamu beriman, dan kamu tidak akan beriman sehingga kamu berkasih sayang. Mahukah kamu aku tunjukkan cara mengukuhkan sifat itu dalam diri kamu? Sebarkanlah salam sesama kamu.” Riwayat Al-Tirmizi, Ahmad, Al-Baihaqi & Al-Bukhari di dalam Adab Al-Mufrad. Marilah sama-sama rapatkan perhubungan sesama insan sepertimana rapatnya saf di dalam solat berjemaah. Renggangnya saf di dalam solat akan menyebabkan syaitan mencelah, begitu jugalah boleh terjadi di luar solat, jika renggang hubungan maka mudahlah syaitan mencelah untuk menyuntik semangat permusuhan. Perbuatan melontar tuduhan terhadap saudara sesama Islam oleh golongan Salafi dan Asya`irah hendaklah dihentikan oleh kededua pihak dan kembali kepada tradisi ulama silam yang berbincang secara ilmiyah, lapang dada dan matang. Nota Hakcipta penerbitan artikel ini dimiliki oleh Pergas. Tidak dibenarkan mengulang cetak artikel ini di mana-mana wadah penerbitan lain dan dalam bentuk apa jua bentuk tanpa izin dari Pergas. Namun, keizinan diberikan untuk mengongsi artikel ini melalui alamat url yang asal. Segala pendapat yang yang dikemukakan oleh para penulis artikel adalah milik penulis dan tidak mewakili pendirian rasmi Pergas, kecuali jika dinyatakan sedemikian secara tersurat oleh Pergas. Rujukan Yusuf Al-Qaradhawi. Merungkai pertelingkahan isu akidah antara salaf dan khalaf. Batu Caves Selangor PTS Islamika Sdn. Bhd., 2014. Muhammad Ba Karim Muhammad Ba Abdullah. Wasatiyyah Ahl Al-Sunnah Bayn Al-Firaq. Riyadh Dar Al-Rayah, 1994. Hibat Allah bin Al-Hasan Al-Tabari Al-Lalakaa’i. Syarh Usul I`tiqad Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jama`ah. Iskandariyyah, Misr Maktabah Dar Al-Basirah, 2001. Abu Fida’ Ibn Kathir Al-Dimasyqi. Tabaqat Fuqaha’ Al-Syafi`iyyin. Misr Maktabah Al-Thaqafah Al-`Ilmiyah, 1993. Ilmiy Husain Muhammad Al-Misri. Taudhih Al-Tauhid. Maktabah Al-Jami`ah Al-Azhariah, 1972. Sayid Sabiq. Terj. M. Abdai Rathomy. Akidah Islam Pola Hidup Manusia Beriman. Singapura Pustaka Nasional, 1991. Ibn Al-Jauzi. Talbis Iblis. Bay Dar Al-Qalam, 1403H. Farid Mat Zain peny. Islam di Tanah Melayu Abad ke 19. Shah Alam Karisma Publications, 2007. PERBANDINGAN ISU SEMASA KEHIDUPAN MUSLIM MASYARAKAT ISLAM DAN IDEOLOGI AKIDAH FAHAMAN
SiapakahAhlussunnah wal Jama'ah? Sabtu, 3 September 2016 | 02:08 WIB. Oleh Maulana Syekh Ali Jum'ah. Ahlussunnah Wal Jamā'ah (Aswaja) membedakan antara teks wahyu (Al-Qur'an dan Sunnah), penafsiran dan penerapannya, dalam upaya melakukan tahqīq manāth (memastikan kecocokan sebab hukum pada kejadian) dan takhrīj manāth (memahami sebab hukum).

Membicarakan makna “salaf” tidak hanya terpaku pada satu makna. Sebagaimana yang kita tahu bahwa Bahasa Arab itu memiliki banyak makna dalam satu kata bakunya yang jika dikembangkan ke berbagai wazan, maka artinya pun beda, begitu juga denga perbedaan ini sejak dulu sudah digunakan di Indonesia, contohnya pesantren salafiyah yang berarti metodenya masih menggunakan metode salaf dalam proses menyalurkan pengetahuan, yaitu sorogan dan bandongan atau dalam istilah ilmu hadits yaitu tahammul wal ada’ via qira’ah ala syaikh murid membaca kepada guru atau sima’ min syaikh guru yang membaca dan murid yang mendengarkan.Akhir-akhir ini pula banyak kelompok yang mendakwahkan dirinya sebagai pengikut salafi. Jika ada sebagian orang desa mendengar istilah itu, maka langsung terbersit makna pesantren salafiyah yang tersebar di desa mereka, atau santri-santri pondok tersebut, padahal yang dimaksud bukanlah dari kitab Nazarat fi Jauharatit Tauhid yang disusun oleh Dr Abdul Hamid Ali Izz Al-Arab, Dr Shalah Mahmud Al-Adily, dan Dr Ramadhan Abdul Basith Salim, ketiganya dosen Al-Azhar Mesir, kita perlu membedakan ketiga istilah di atas karena satu di antara tiga istilah itu berbeda dengan yang istilah “Salaf” yaitu para sahabat, tabi’in dan atba’it tabiin yang hidup sampai batas 300 H. Merekalah sebaik-baiknya generasi, sebagaimana termaktub dalam hadits nabi SAW yang diriwayatkan Imam Bukhari dengan sanad dari Abdullah bin Mas’ud dari nabi SAWخَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ يَجِئُ قَوْمٌ تَسْبِقُ شَهَادَةُ أَحَدِهِمْ يَمَيْنُهُ وَ يَمَيْنُهُ شَهَادَتُهُArtinya, “Sebaik-baik manusia adalah pada zamanku sahabat, kemudian orang-orang setelah mereka tabi’in, kemudian yang setelahnya lagi atba’it tabi’in, kemudian akan datang suatu kaum yang persaksiannnya mendahului sumpahnya, dan sumpahnya mendahului persaksiannya.”Meskipun definisi mereka sampai batas 300 H, di sini ada catatan penting yaitu keselarasan mereka dengan Al-Quran dan Hadits. Jika hanya hidup pada rentang masa 300 H tetapi kontradiksi dengan kedua pedoman ini, maka tidak disebut sebagai salaf. Salah satu contohnya adalah sekte musyabbihah yang hidup pada masa adalah kelompok tekstualis dalam membaca Al-Quran dan hadits yang meyakini bahwa Allah serupa dengan makhluk-Nya, yaitu memiliki anggota tubuh antara lain bertangan, berkaki, bermulut, bermata, dan “salafi” adalah mereka ulama maupun orang biasa yang datang setelah 300 H dan dinisbahkan pada kaum salaf yang telah disebutkan di atas, juga menganut manhajnya metode. Istilah ini dapat dikaitkan dengan semua orang yang yang mengikuti manhaj salaf, bahkan kita pun bisa, namun itu terjadi jika memang benar-benar perilaku dan manhajnya berdasarkan salaf, bukan hanya menyandang titel salafi tetapi perilakunya adalah salafiyyah yang difondasikan dan disusun oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah 728 H dan muridnya Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah 751H dari Al-Quran, Hadits, perbuatan serta perkataan ulama salaf dan mengodifikasikannya dalam bentuk kitab khusus dan prinsip yang tetap. Unsur-unsur dalam kitab kedua ulama itu memang sudah ada sebelumnya, namun masih berserakan terpisah, kemudian barulah munculah Muhammad bin Abdil Wahhab 1206 H yang menyebarkan apa yang disusun oleh kedua ulama tadi, Ibnu Taimiyyah dan Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah Rahimahumallah di jazirah arab, ia berpegang teguh pada beberapa risalah dan ikhtisar yang dikutip dari kitab-kitab Ibnu dari kitab Nazarat fi Jauharatit Tauhid, terdapat catatan yang menurut saya penting dari perkataan salah seorang peneliti di dalam kitab Al-Fikrul Islamy Al-Hadits karya Dr Abdul Maqshud Abdul Ghani, “Jika kita membandingkan antara pemikiran Muhammad bin Abdul Wahhab dan Ibnu Taimiyyah dalam beberapa masalah akidah hampir keduanya sama dan tidak berbeda, kecuali Ibnu Taimiyyah telah merinci pendapatnya dan menguatkannya dengan dalil-dalil dan hujjah, serta membantah pendapat orang yang berseberangan dengannya dengan dalil dan sanad. Sedangkan Muhamad bin Abdul Wahhab hanya mennyebutkan keterangannya secara singkat saja.”Hal yang menonjol dari ketiganya hanya dari segi waktu dan pijakan dalam berpegang pendapat, jika salafy itu memang orang-orang yang menisbahkan dirinya sebagai pengikut manhaj salaf atau Ahlussunah wal Jamaah, salafiyyah lebih condongnya disebut usaha regenerasi, meskipun dalam beberapa realitanya tidak warga Indonesia, banyak istilah naturalisasi dari bahasa lain yang kita gunakan di kehidupan keseharian secara umum, seperti tadi pondok pesantren salafiyah. Lagi-lagi kita harus mencermati suatu istilah berdasarkan makna, substansi, dan intisarinya. Jangan terpaku pada sisi zahirnya saja. Adakalanya suatu istilah berbeda antara praktik dan substansinya. Wallahu a’lam. Amien Nurhakim

A Beberapa Pengertian. 1. As-Sunnah. As-Sunnah ialah jalan yang ditempuh atau cara pelaksanaan suatu amalan baik itu dalam perkara kebaikan maupun perkara kejelekan. Maka As-Sunnah yang dimaksud dalam istilah Ahlus Sunnah ialah jalan yang ditempuh dan dilaksanakan oleh Rasulullah salallahu 'alaihi wa sallam serta para shahabat beliau, dan OlehAlhafiz Kurniawan Penulis Kajian Tauhid di NU Online EDITOR.ID, Mazhab salaf atau Ahlussunnah wal Jamaah adalah mazhab yang benar dalam memahami ayat-ayat Al-Qur'an dan hadits-hadits yang berkaitan dengan keimanan Imam Al-Ghazali memberikan panduan bagi orang awam agar tetap berpegang pada mazhab salaf dalam beriman. Menurutnya, mazhab salaf adalah mazhab yang benar dalam memahami ayat Menariknya penganut aliran Wahabi ini tidak mau menyebut dan tidak mau disebut dirinya Wahabi. Mereka lebih senang disebut: Salafi, Salafiyah, Anshar as Sunnah, Anshar at Tauhid, Jama'ah at Takfir Wal Hijrah, Jam'iyyah an Nur Wal Iman, Al Jama'ah al Islamiyyah, dan lain-lain. Walaupun sebagian besar pengikut Wahabi di Indonesia tidak mau Jawaban Manhaj Ahlus-Sunnah wal-Jama'ah sama dengan manhaj Salaf atau Salafi atau Salafush-Shâli h. Disebut dengan manhaj Ahlus-Sunnah wal-Jama'ah, karena jalan kebenaran itu adalah jalan orang-orang yang berpegang teguh terhadap Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabat. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
Merekamenyebut dirinya dengan "Salafi" itu karena ada niat terselubung. Di sisi lain, kata "Salaf" juga sangat akrab di kalangan Ahlussunnah wa al-Jamaah, termasuk NU. Kata "Salaf" tersebar dalam kitab ulama-ulama yang dipelajari oleh Aswaja NU. Kata salaf juga sering kita dengar dari kiai NU. Risalah Ahlussunnah Wal Jamaah,
\n \n\nperbedaan salafi dan ahlussunnah wal jamaah
.